Wilujeng Tepang Deui
Wilujeng tepang deui sareng ieu blog hasil curat coret kuring, candak nusaena piceun nu awona, mun pareng urang silih kanyahokeun sugan jaga urang baris runtut raut sadayana.
Rahayu _/!\_
Salam kuring six4sep.
Harti tina GALAU,ceuk Abah GALAU teh nyaeta :
Rasa nu teu genah nu karasa ku hate, atawa teu genah rarasaan,kitu salah kieu lain, estu matak nyiksa, tapi kiwari aya rasa nu leuwih nyiksa tibatan GALAU, rasana ampir sarua, tapi beda patempatana, naon eta rasa ngaran ?
Ngaran jang eta rasa can manggih anu pantes, Abah masih keneh ngembangkeun eta panalungtikan.
Rasa nu kumaha nu leuwih nyiksa tibatan GALAU teh ?
Nyaeta rasa nu nyalira nalika hayang ngising ditempat anu jauh ka WC, jauh ka walungan, jauh ka kebon,..beuh eta rasa nyiksana leuwih-leuwih ti GALAU...
Share
Seluruh
Posting Kang Roni Suprayogi (Abah Gontor) ini sengaja ditempel di sini,
disamping penjelasannya komprehensif sangat mengena untuk menyimak
negri NUSANTARA yang MAJEMUK! (hatur nuhun Kang Roni _//\\_)
Selamat menikmati semoga bermanfaat.
Pengertian tentang 'ALLAH'
Lafazh Allah bukanlah "proper name", melainkan istilah Orang Arab untuk
menyebut Tuhannya, tercatat dalam kitab kuno Al Kafi jilid I, bab al
Ma'bud:
اللَّهُ مُشْتَقٌّ مِنْ إِلَهٍ وَ الْإِلَهُ يَقْتَضِي مَأْلُوهاً وَ الِاسْمُ غَيْرُ الْمُسَم
“Lafazh ALLAH berasal dari kata ilah yaitu Tuhan yang disembah, dan
nama (Allah tsb) bukanlah (hakekat Tuhan) yang dinamai itu sendiri.”
-Imam Ja’far Ash Shadiq- cicit Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian,
pengertian ini sepadan dengan yang dipahami bahasa kita yakni Tuhan ( t
kapital ); sedangkan ilah sebagai tuhan (t kecil).
Jikalau
di-Sunda-kan maka Allah itu sama dengan Gusti (g kapital) atau Pangeran
(p kapital). Demikian pula asma-ul husna 99 plus 1 (Allah) bukanlah Al
Musamma (hakekat Allah) melainkan segala sifat yang baik yang disematkan
manusia kepada Tuhan yang dipujanya itu, yakni Allah SWT.
Maka
itu Orang Arab (khususnya kalangan ‘Alawiyin/turunan Nabi SAW) memaknai
lafazh Allah itu sebagai "Tuhan" bukan nama diri Tuhan. Yang
mengherankan adalah mengapa kita lalu menjadikan “Allah” sbg "Nama
asli-Nya"? Mungkin kita terpengaruh oleh ta’rif (definisi) Allah dlm
Kamus al Munjid (susunan Fransiskus Louis Ma’luf al-Yassu’i, Pastur
Katolik Arab Libanon, terbitan "Dar al Masyriq" Beirut taun 1908)
halaman 16, yg menyebutkan Allah sebagai "ismudz dzatil wajibil wujud"
(nama Dzat yang wajib adanya).
Sangat wajar bila ada
miss-understanding karena Bahasa Arab jauh berbeda dengan bahasa kita
dalam banyak hal, sehingga kita banyak miss dlm memahami teks-teks
berahasa Arab, baik dari segi etimologis, kesesuaian dgn latar falsafah,
kultur dan sosial Arab.
Lalu apa dan bagaimana lafazh Allah
sebenanya? Apa pula arti 'bismillah' dan bagaimana terjemahannya ?
bukankah disitu ada bismi (ismun)?
Ismun artinya macam-macam.
Semua kata yang diakhiri tanwin atau diawali alif-lam adalah ismun.
Sebagai ilustrasi, insanun (manusia) adalah ismun dan bukan berarti
al-insanu adalah proper name manusia. Begitu juga dengan ilahun dan al
ilahu -> Allahu. Bagi yg pernah mempelajari nahwu (gramatika Arab)
tentunya dapat memahami ini. Dengan demikian arti bismillah adalah
"dengan nama Tuhan". Siapakah nama Tuhan? Wallahu a'lam.
Bahasa
arab pun tidak memiliki kata khusus untuk mewakili “noun” dan “name”,
dan mereka menyebut untuk kedua arti tsb dengan ismun. Ismun untuk noun
dan ismun pula untuk name.
Demikianlah bahwa Sense of language
Arab (dzauq Araby) sangat jauh berbeda dengan bahasa kita (Sunda
khususnya maupun Indonesia umumnya).
Jikalau ingin benar-benar
mengetahui sejelas-jelasnya tentang arti dan makanya ‘ALLAH’maka
dianjurkan agar benar-benar pula memahami ‘referensi’ yang benar-benar
dari acuan aslinya dan bukan sekedar hanya mengacu dari terjemahan
semata. Terlebih lagi yang memakai acuan hanya dari guru/ustadz yang
sama-sama belajar (hanya) dari terjemahan, bahkan sama sekali tidak
mengenal Bahasa dan Tatabahasa Arab Klasik (Darmana Bani Sasmita, yakni
Bahasa Quran yang memepergunakan Bahasa Arab Klasik dari abad VII
Masehi).
Ada perbedaan ini antara Bahasa Arab Modern yang ada
sekarang dengan Bahasa Arab Klasik (Quran). Karena, bukankah setiap
bahasa memiliki keuinikan dan kekhususannya masing-masing.
Sesungguhnya, agak berat jikalau menyamakan Bahasa Sunda itu sebagai
Qurani. Mengingat Latar adanya perbedaan budaya, falsafahnya dan dzauq
lughawi-nya antara Arab dengan kita.
Sebelum lupa dan
terlewatkan, ingin saya katakan bahwa Kitab Allah yang asli memakai
‘Bahasa Langit’ yang tersimpan ‘LAUH AL MAHFUZH‘, tiada yang tahu
kecuali Allah. Sedangkan Al Quran yang ada sekarang memakai ‘Bahasa
Bumi’ (bilisani qaumihim). Apakah Al Quran yg ada di genggaman kita saat
ini sama persis dgn Lauh al Mahfuzh? Tidak ada satu pun manusia yg bisa
membuktikan.
Saya punya seorang teman yang senang membaca
Novel yang mempergunakan Bahasa Inggris, dia tidak mau novel-novel
tersebut diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia karena kurang ‘asyik’
katanya.
Demikian juga saya banyak punya teman yang berprofesi
‘Penterjemah’ dan mereka pun menyatakan bahwa hal paling lumrah yang
dilakukan oleh mereka adalah cara ‘guessing’. Maka itu, tidaklah
mengherankan jikalau suatu saat ada kata, istilah atau kalimat yang
sangat sukar untuk ditrejemahkan sesuai makna isi dari buku hasil
terjemahan itu, karena kosakata yang ada dalam suatu buku juga
bergantung dari si Penterjemahnya.
Kecuali mungkin jika si
Penterjemah juga MENGUASAI materi, maka sekurang-kurangnya dapat
menangkap makna isi dari apa yang dimaksud oleh penulis aslinya, kalau
tidak maka kita sendiri yang akan PUSING TUJUH KELILING. Bukankah pula
dalam Bahasa Indonesia SHALAT diterjemahkan SEMBAHYANG (SEMBAH HYANG).
Share